
CINERE nama yang ternama terpenting di golongan penggila film sinetron ‘Si Doel Anak Sekolahan’ yang benar-benar hits di era 90-an. Mereka jelas ingat dengan seruan ciri khas Mandra “Cinere Gandul, Cinere Gandul..!” waktu panggil banyak penumpang buat naik oplet dikendarai Si Doel. Ya, oplet itu betul-betul bekerja di arah Cinere-Gandul.
Cinere adalah salah satu kecamatan sekalian pusat ekonomi di Kota Depok, Jawa Barat. Dan Gandul ialah kelurahan di Cinere. Banyak orang menyangka Cinere –dulu disebut Tjinere– sisi dari Jakarta sebab letaknya bersisihan dengan Kecamatan Pasar Minggu dan Cilandak, Jakarta Selatan.
Soal kemunculan Cinere pernah tampak dalam artikel di surat berita Bataviaasch Nieuwsblad yang muncul di 24 Juni 1916.
BACA JUGA:8 Tempat Rekreasi Menarik di Kurang lebih Taman Nasional Ujung Kulon Banten
Mengambil dari web histori Postaha Depok, artikel di Bataviaasch Nieuwsblad itu kelihatannya ditulis sehubungan dengan Land Tjinere kian penting dalam perkembangan industri perkebunan. Dalam artikel ini terkuak beberapa info yang berkaitan dengan asal mula Land Tjinere.
Berdasarkan info dalam artikel itu, Cinere adalah tempat punya Sersan Mayor St. Martin.
Oplet arah Cinere-Gandul dalam film sinetron Si Doel Anak Sekolahan. (Okezone)
Tanah itu diberikan oleh pemerintahan Hindia Belanda terhadap St. Martin atas jasanya mengontrol keributan di Banten oleh Kapten Jonker tahun 1689. Ini tentunya menambahkan kekayaan St. Martin yang telah ada di Bekasi, ialah perkebunan tebu dan pabrik tebu.
St. Martin pula miliki tempat lain di Batavia yang disebut Land Majoor (saat ini Kemayoran).
BACA JUGA:Benar-benar Janjikan, 5 Daerah di Kepulauan Yapen Papua Siap Jadi Tempat Agrowisata
Di 14 April 1696, St. Martin dikabarkan mati sebab sakit yang dideritanya. Ia mati dalam posisi bujang dan tak miliki trah.
Pemilikan tempat berubah di Raden Adipati Aria Soeria Diredja, orang Sergeant Van Chirebon. Ini diketahui dari iklan pemasaran di koran Bataviaasch Nieuwsblad. Dalam iklan itu tercatat kalau di Sabtu 4 Maret 1899, di Kantor Pelelangan di Buitenzorg dua bentangan tempat, ialah Pangkalan Djati, Tjinere, Tanah Baroe, Krokot atau lebih dikenal dengan Tanah Partikelir Tjinere dipasarkan di khalayak.
Dalam iklan itu, diketahui kalau Raden Adipati Aria Soeria Diredja udah jual lahannya, dan kepemilikannya berubah ke J.Schountendorp.
Tahun 1933, Cinere yang saat itu namanya Tjikanyere atau Tjingerek ialah tanah partikelir yang dipasarkan oleh kongsi dagang Belanda, VOC, termaksud sisi dari Pondok Cina.
Tanah partikelir yang disebut Gemeente Depok itu diberi kekuasaan secara otonom. Setelahnya, benar tanggal 4 Agustus 1952, Cinere dan Depok diserahkan terhadap negara.
Berdasar pada Surat Ketentuan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Tahun 1951 mengenai Pelepasan Tanah Partikelir di Depok, Cinere masuk ke dalam Kecamatan Depok.
Pasca pembuatan Kota Depok tahun 1999, Cinere masuk ke dalam daerah Kecamatan Limo. Sampai tahun 2007, Cinere pisahkan diri dari Kecamatan Limo, dan membuat kecamatan sendiri.
Nama Depok dan Cinere mulai dikenal warga nyaris berbarengan. Hal itu sebab peningkatan perumahan yang dibangun oleh semasing wilayah itu.
Depok mulai lebih dahulu tahun 1976 membuat Perum Perumnas pertama di Indonesia. Perumnas itu ditujukan buat warga kelas menengah ke bawah.
Sampai tahun 1979, Cinere pula turut mulai membuat di bawah pengembang swasta yang kuasai tempat seluas 300 hektar. Pangsa pasar buat perumahan itu ialah golongan menengah ke atas, sampai jadi opsi rata-rata eks masyarakat Jakarta.