
JAKARTA – Pemakai mobil listrik di Indonesia selalu bertambah. Tetapi, technologi bar uterus perlu memperhitungkan insiden yang tak tersangka, seperti halnya kebakaran.
Memanfaatkan mobil listrik memanglah tak butuh isikan BBM. Walau demikian, ada dampak yang mesti dihadapi, salah satunya merupakan kebakaran.
Kebakaran amat barangkali berlangsung sebab kendaraan lingkungan ini memercayakan tenaga dari battery yang bisa keluarkan listrik bertegangan tinggi. Kebocoran arus bisa menimbulkan recik api dan jadi pemicu kebakaran.
Metro Fire Sacramento memperjelas, buat memadamkannya tak dapat memanfaatkan busa atau fire foam. Sampai, bahan itu pula tak direkomendasikan oleh produsen mobil listrik itu. Fire foam memiliki fungsi mematikan oksigen dan merusak segitiga api maka dari itu bisa mematikan kebakaran.
“Saat baterai litium terbakar, bahan katoda terurai dan melepaskan oksigennya sendiri, sehingga akan terus terbakar melalui buih,” catat Metro Fire Sacramento di Twitter.
Tesla sebutkan kebakaran battery bisa makan waktu sampai 24 jam sampai bagian sungguh-sungguh dingin. Sehabis bara api dan asap menyurut, camera pencitraan termal bisa digunakan buat secara aktif menghitung temperatur battery tegangan tinggi dan mengawasi trend pemanasan atau pendinginan.
“Tidak boleh ada api, asap, letupan/desisan yang terdengar, atau pemanasan di tempat tinggi tegangan baterai selama minimal 45 menit sebelum kendaraan dapat dilepaskan ke responden kedua, seperti penegak hukum, pengangkut kendaraan, dan lain-lain,” catat Tesla.
Pemadam Kebakaran Divisi Cengkareng mengucapkan kalau mereka belum mendapati training mengenai langkah pengurusan mobil listrik yang terbakar. Tetapi, hal itu dapat lekas dilakukan ingat penggunaannya udah meriah di Indonesia.
“Tapi ini bakal masuk dalam pelajaran yang baru, karena belum ada materi soal mobil listrik di kurikulum yang lama. Pasti kita akan latihan dalam waktu dekat,” kata Kepala Regu Pemadam Kebakaran Divisi Cengkareng, Toni pada MNC Portal.